Now you can Subscribe using RSS

Submit your Email

Sunday, October 28, 2007

Peziarah Muslim Dibom

Tony
25 Oktober 2007 - 15:09
Para Pimpin Gereja Kutuk Peledakan Bom Di Tempat Ziarah Muslim Di Rajastan

JAIPUR, India (UCAN) -- Para pemimpin Gereja bergabung dengan para tokoh politik dan aktivis sosial dalam mengutuk serangan di sebuah tempat ziarah Muslim yang terkenal di India.

Pada 11 Oktober, sebuah bom meledak di Ajmer, sebuah bukit di Negara Bagian Rajasthan, India bagian barat. Ledakan itu menewaskan tiga orang dan mencederai sejumlah lainnya. Polisi kemudian menemukan bom kedua di tempat ziarah itu dan menjinakkannya.

Kota yang terletak sekitar 400 kilometer barat daya New Delhi itu ada tempat ziarah yang dibangun di atas makam Khwaja Moinuddin Chisti (1141-1230), seorang Sufi Persia yang suci dan dianggap sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad. Ribuan orang berkunjung ke tempat itu sepanjang tahun.

Sebuah bom rakitan yang meledak di tempat itu menewaskan dua orang, sementara orang ketiga yang cedera akibat ledakan itu meninggal dunia tiga hari kemudian di rumah sakit.

Uskup Ajmer Mgr Ignatius Menezes mengutuk kejadian itu dan turut merasa sedih bahwa "penyakit" kekerasan dan teror sedang tersebar pesat di India. Ia mengatakan kepada UCA News, "yang harus dipersalahkan adalah para politisi yang menebarkan bibit pertikaian demi kepentingan pribadi mereka."

Uskup Collin C. Theodore dari Gereja India Utara, komunitas Protestan, di Rajasthan juga mengutuk serangan itu. Peristiwa itu mempertanyakan "eksistensi sesungguhnya dari tempat-tempat ibadat" tempat orang datang untuk mencari kedamaian dan ketenangan, kata prelatus Protestan itu kepada UCA News. Umat Kristen setempat yang "berhubungan sangat akrab dengan saudara-saudara Muslim," lanjutnya, prihatin atas "niat-niat jahat di balik usaha menjadikan tempat-tempat ibadat sebagai sasaran serangan."

Uskup Menezes, yang tinggal di Ajmer, mengatakan bahwa ia pertama kali mengira bahwa ledakan itu sebagai "ulah jahat" seseorang di tempat ziarah itu, "namun dengan bom lain yang masih aktif yang menodai tempat ziarah itu, ini merupakan suatu aksi teroris."

Ledakan di Ajmer itu terjadi lima bulan setelah serangkai ledakan yang menewaskan lima orang dan melukai 25 lainnya yang terjadi di sebuah mesjid di Hyderabad, sebuah kota di bagian selatan India.

Uskup Manezes menyampaikan rasa turut berbelasungkawa kepada korban yang meninggal, dan mengunjungi rumah sakit untuk bertemu dengan para korban yang luka-luka.

Ia mengatakan bahwa Gereja lokal "berhubungan erat" dengan para staf tempat ziarah Muslim itu. Seraya menjelaskan, ia menelpon khadim, orang yang melayani di sebuah tempat ziarah Muslim, untuk menyampaikan keprihatinannya. Khadim dari tempat ziarah Ajmer memiliki Dewan Antaragama lokal. Uskup itu mengatakan ia juga mengirim "sebuah surat resmi" untuk mengungkapkan “keprihatinan” Gereja Katolik atas "serangan teroris itu."

Menurut Uskup Menezes, sejumlah besar orang miskin mengunjungi tempat ziarah Muslim itu untuk mendapatkan berkat, sehingga ia “tidak dapat memahami mengapa ada orang memiliki niat bertentangan dengan tempat seperti itu.” Prelatus itu menyatakan bahwa pembagian berdasarkan kasta dan sekte “mengganggu kecemburuan sosial” di India.

Ledakan itu terjadi saat ribuan kaum Muslim dari beberapa negara bagian di India berkumpul saat magrib sebelum berbuka puasa di bulan Ramadan. Selama bulan itu, kaum Muslim tidak makan dan minum setiap hari dari subuh hingga magrib.

Ledakan itu terjadi tiga hari sebelum Idul-Fitri dan mendatangkan kutukan dari berbagai pihak, termasuk dari Perdana Menteri India Manmohan Singh. Ketika Rajasthan kepala Dewan Vasundhara Raje mengunjungi tempat ledakan itu sehari setelah ledakan itu, ia memberikan dana kompensasi 500.000 rupee (US$12.820) kepada keluarga dari masing-masing korban yang tewas dan 100.000 rupee kepada masing-masing korban yang cedera.

Sejumlah kelompok aktivis dan badan HAM menganggap ledakan itu sebagai penghinaan terhadap parktek-praktek sekular India dan beberapa organisasi telah merencanakan suatu aksi berkelanjutan untuk menentang kejadian-kejadian seperti itu.

Sebagai bagian dari aksi itu, unit lokal dari People's Union for Civil Liberties mengadakan prosesi cahaya lilin dan pawai damai di Jaipur, ibukota Rajasthan, pada 15 Oktober. Kelompok Kristen dari Ajmer mengikuti prosesi itu.

Teesta Setalvad, seorang aktivis sosial, menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tempat ziarah itu merupakan sebuah "simbol persatuan dan sinkretisme orang India,” karena penganut semua agama mengunjungi tempat itu. Para politisi India dan orang dari industri film memenuhi tempat ziarah itu untuk mencari peruntungan pada Urs, sebuah festival tahunan umat Muslim selama enam hari yang diadakan untuk memperingati enam hari Chisti dipenjarakan di sel yang terisolasi sebelum kematiannya.

Menurut perhitungan tradisional, orang suci itu datang ke Ajmer pada usia 52 tahun setelah mendapat pencerahan. Dia mengajarkan persatuan semua agama. Ia meletakkan dasar peraturan sekte sufi Chishtia yang bersifat liberal di India. Dia dikenal juga sebagai Gharib Nawaz (pelindung orang miskin)

Tony / Author & Editor

‘Menempuh jalan suluk’ berarti memasuki sebuah disiplin selama seumur hidup untuk menyucikan qalb dan membebaskan nafs (jiwa)

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By Gooyaabi Templates