Now you can Subscribe using RSS

Submit your Email

Sunday, October 28, 2007

Moinuddin Chisti

Tony
Dargah of Hazrat Khwaja Moinuddin Chisti

Tour the Dargah of Hazrat Khwaja Moinuddin Chisti with Indian Horizons and discover a pious mausoleum where you find peace and happiness.

Hazrat Khwaja Moinuddin Chisti was born and brought up in Persia. He lost his parents at the age of 16 and inherited an orchard and other family businesses that he renounced after he met a pir baba who stopped by on his orchard one day.
Dargah of Hazrat Khwaja Moinuddin Chisti
Hazrat Khwaja Moinuddin Chisti was a great Sufi saint who was the harbinger of Islam in India. He served and blessed the poor. It is believed that those who come and pray with unadulterated faith and devotion at his Dargah or mausoleum are blessed out of their miseries.

The holy Dargah Sharief in Ajmer is the second most important pilgrimage after Mecca and Medina for the Muslims all over the world. The magnificent gateway that leads to the Dargah was constructed by the Nizam of Hyderabad. Invoke the blessings of almighty Allah at the two mosques located within the Dargah Sharief in Ajmer, Rajasthan, India.

Sprawled over a huge area in the heart of Ajmer, the Dargah of Hazrat Khwaja Moinuddin Chisti is located at a distance of 4 kilometers from the Ajmer railway station.

Marvel at the aesthetic and stunning white dome that crowns the main tomb. Besides Hazrat Khwaja Moinuddin Chisti's Dargah there are several other monuments of historic interest located within the Dargah Sharief enclosure. Tour the tenement of Bibi Hafiz Mahal, Begami Dalan that was constructed in the memory of Begum Jahanara, See the Mehfil Khana, Aulia Mosque and the Chillah of Baba Farid.

Peziarah Muslim Dibom

Tony
25 Oktober 2007 - 15:09
Para Pimpin Gereja Kutuk Peledakan Bom Di Tempat Ziarah Muslim Di Rajastan

JAIPUR, India (UCAN) -- Para pemimpin Gereja bergabung dengan para tokoh politik dan aktivis sosial dalam mengutuk serangan di sebuah tempat ziarah Muslim yang terkenal di India.

Pada 11 Oktober, sebuah bom meledak di Ajmer, sebuah bukit di Negara Bagian Rajasthan, India bagian barat. Ledakan itu menewaskan tiga orang dan mencederai sejumlah lainnya. Polisi kemudian menemukan bom kedua di tempat ziarah itu dan menjinakkannya.

Kota yang terletak sekitar 400 kilometer barat daya New Delhi itu ada tempat ziarah yang dibangun di atas makam Khwaja Moinuddin Chisti (1141-1230), seorang Sufi Persia yang suci dan dianggap sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammad. Ribuan orang berkunjung ke tempat itu sepanjang tahun.

Sebuah bom rakitan yang meledak di tempat itu menewaskan dua orang, sementara orang ketiga yang cedera akibat ledakan itu meninggal dunia tiga hari kemudian di rumah sakit.

Uskup Ajmer Mgr Ignatius Menezes mengutuk kejadian itu dan turut merasa sedih bahwa "penyakit" kekerasan dan teror sedang tersebar pesat di India. Ia mengatakan kepada UCA News, "yang harus dipersalahkan adalah para politisi yang menebarkan bibit pertikaian demi kepentingan pribadi mereka."

Uskup Collin C. Theodore dari Gereja India Utara, komunitas Protestan, di Rajasthan juga mengutuk serangan itu. Peristiwa itu mempertanyakan "eksistensi sesungguhnya dari tempat-tempat ibadat" tempat orang datang untuk mencari kedamaian dan ketenangan, kata prelatus Protestan itu kepada UCA News. Umat Kristen setempat yang "berhubungan sangat akrab dengan saudara-saudara Muslim," lanjutnya, prihatin atas "niat-niat jahat di balik usaha menjadikan tempat-tempat ibadat sebagai sasaran serangan."

Uskup Menezes, yang tinggal di Ajmer, mengatakan bahwa ia pertama kali mengira bahwa ledakan itu sebagai "ulah jahat" seseorang di tempat ziarah itu, "namun dengan bom lain yang masih aktif yang menodai tempat ziarah itu, ini merupakan suatu aksi teroris."

Ledakan di Ajmer itu terjadi lima bulan setelah serangkai ledakan yang menewaskan lima orang dan melukai 25 lainnya yang terjadi di sebuah mesjid di Hyderabad, sebuah kota di bagian selatan India.

Uskup Manezes menyampaikan rasa turut berbelasungkawa kepada korban yang meninggal, dan mengunjungi rumah sakit untuk bertemu dengan para korban yang luka-luka.

Ia mengatakan bahwa Gereja lokal "berhubungan erat" dengan para staf tempat ziarah Muslim itu. Seraya menjelaskan, ia menelpon khadim, orang yang melayani di sebuah tempat ziarah Muslim, untuk menyampaikan keprihatinannya. Khadim dari tempat ziarah Ajmer memiliki Dewan Antaragama lokal. Uskup itu mengatakan ia juga mengirim "sebuah surat resmi" untuk mengungkapkan “keprihatinan” Gereja Katolik atas "serangan teroris itu."

Menurut Uskup Menezes, sejumlah besar orang miskin mengunjungi tempat ziarah Muslim itu untuk mendapatkan berkat, sehingga ia “tidak dapat memahami mengapa ada orang memiliki niat bertentangan dengan tempat seperti itu.” Prelatus itu menyatakan bahwa pembagian berdasarkan kasta dan sekte “mengganggu kecemburuan sosial” di India.

Ledakan itu terjadi saat ribuan kaum Muslim dari beberapa negara bagian di India berkumpul saat magrib sebelum berbuka puasa di bulan Ramadan. Selama bulan itu, kaum Muslim tidak makan dan minum setiap hari dari subuh hingga magrib.

Ledakan itu terjadi tiga hari sebelum Idul-Fitri dan mendatangkan kutukan dari berbagai pihak, termasuk dari Perdana Menteri India Manmohan Singh. Ketika Rajasthan kepala Dewan Vasundhara Raje mengunjungi tempat ledakan itu sehari setelah ledakan itu, ia memberikan dana kompensasi 500.000 rupee (US$12.820) kepada keluarga dari masing-masing korban yang tewas dan 100.000 rupee kepada masing-masing korban yang cedera.

Sejumlah kelompok aktivis dan badan HAM menganggap ledakan itu sebagai penghinaan terhadap parktek-praktek sekular India dan beberapa organisasi telah merencanakan suatu aksi berkelanjutan untuk menentang kejadian-kejadian seperti itu.

Sebagai bagian dari aksi itu, unit lokal dari People's Union for Civil Liberties mengadakan prosesi cahaya lilin dan pawai damai di Jaipur, ibukota Rajasthan, pada 15 Oktober. Kelompok Kristen dari Ajmer mengikuti prosesi itu.

Teesta Setalvad, seorang aktivis sosial, menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa tempat ziarah itu merupakan sebuah "simbol persatuan dan sinkretisme orang India,” karena penganut semua agama mengunjungi tempat itu. Para politisi India dan orang dari industri film memenuhi tempat ziarah itu untuk mencari peruntungan pada Urs, sebuah festival tahunan umat Muslim selama enam hari yang diadakan untuk memperingati enam hari Chisti dipenjarakan di sel yang terisolasi sebelum kematiannya.

Menurut perhitungan tradisional, orang suci itu datang ke Ajmer pada usia 52 tahun setelah mendapat pencerahan. Dia mengajarkan persatuan semua agama. Ia meletakkan dasar peraturan sekte sufi Chishtia yang bersifat liberal di India. Dia dikenal juga sebagai Gharib Nawaz (pelindung orang miskin)

Ummat Islam Ketakutan

Tony
26 Maret 2005 - 13:22
Kaum Muslim Siaga Ketika Kelompok Hindu Memprotes Penolakan Visa AS Bagi Menteri Utama Gujarat

AHMEDABAD, India (UCAN) -- Ketakutan kembali menghantui kaum Muslim yang tinggal di Gujarat, India bagian barat, setelah kelompok-kelompok Hindu sayap kanan mulai memprotes penolakan Amerika Serikat (AS) untuk memberi visa kepada Menteri Utama (negara bagian) Narendra Modi.

Ketika kelompok-kelompok Hindu mengorganisir demonstrasi anti-Amerika di Gujarat pada 20 Maret, pemerintah India meminta AS untuk mempertimbangkan keputusan tersebut.

Kedutaan Besar (Kedubes) AS di New Delhi menolak visa Modi pada 18 Maret, seraya mengutip "pelanggaran berat terhadap kebebasan agama" di Gujarat di bawah kepemimpinannya. Modi akan menyampaikan ceramah kepada sejumlah asosiasi India di New York dan Florida pada 20 Maret.

Keputusan Kedubes AS itu muncul setelah kelompok-kelompok hak asasi manusia (HAM) di India menunjuk Modi bertanggung jawab atas kekerasan sektarian yang terjadi tahun 2002 yang mengakibatkan kematian lebih dari 1.000 orang, kebanyakan kaum Muslim.

Modi memimpin pemerintahan Bharatiya Janata Party (BJP, partai rakyat India) di Gujarat sejak 2001. BJP dianggap sebagai sayap politik dari kelompok-kelompok Hindu yang ingin menjadikan India sebagai negara teokratis Hindu.

Ketika beberapa kelompok ini memprotes apa yang mereka sebut sebagai suatu "hinaan" terhadap nilai luhur agama Hindu dan nasionalisme, kaum Muslim di Gujarat mengatakan bahwa mereka merasa terancam.

"Kenyataannya, kami telah berkemas dan siap mengungsi jika terjadi sesuatu," kata Hamid Attarwala, seorang pedagang Muslim, sambil menunjuk satu kotak berisi barang-barang berharga milik keluarga. Attarwala tinggal di sebuah lorong sempit di pinggir sebuah kota di Ahmedabad, ibu kota perdagangan di negara bagian itu, 915 kilometer barat daya New Delhi.

"Kami tidak bisa menyelamatkan apa pun waktu itu, tapi 'inshallah' (jika Allah mengizinkan), kami bisa menyelamatkan hidup kami," katanya kepada UCA News sambil membawa sebuah kursi plastik yang sudah rusak dari dalam rumah.

Attarwala memilih tinggal di dalam rumah selama reli "swabhiman" (rasa hormat terhadap diri sendiri) yang diorganisir oleh Modi dan para pendukungnya pada 20 Maret di Ahmedabad. Pada reli itu, beberapa pemimpin mengkritik kebijakan AS dan menjelaskan bahwa menolak visa untuk Modi, seorang pemimpin yang dipilih secara demokratis, pemerintah Amerika dianggap menghina India dan konstitusi demokratisnya.

Modi mengatakan pada suatu konferensi pers 18 Maret bahwa pemerintah AS tunduk terhadap "tuntutan dari beberapa LSM yang disponsori teroris." Penolakan visa itu merupakan "suatu penghinaan terhadap harga diri dan kedaulatan India, dan konstitusi India," dan terhadap 5 juta penduduk Gujarat pada khususnya.

Pada reli itu, para demonstran membakar bendera Amerika serta sebuah patung Presiden AS George W. Bush. Beberapa demonstran menyerang Konsulat AS di Ahmedabad.

Makrand Patel, seorang Hindu yang menghindar dari reli itu, menjelaskan bahwa Modi dan para pendukungnya sebelumnya memuji serangan presiden AS ke Afghanistan dan Irak. "Tapi sekarang mereka berubah. Saya khawatir orang-orang ini tidak punya sikap, tidak punya ideologi, dan tidak punya karakter," kata pedagang kayu itu, yang jendela tokonya ditutup separuh di wilayah mayoritas Muslim di Ahmedabad.

Pastor Cedric Prakash SJ mengatakan, ia dan para aktivis yang sependirian memberikan informasi kepada dua anggota kongres AS yang memperkenalkan sebuah resolusi dalam Dewan Perwakilan Rakyat AS. Informasi itu mengkritik tindakan Modi selama kerusuhan 2002.

Anggota kongres John Conyers dan Joe Pitts menunjuk Modi bertanggung jawab atas penganiayaan agama terhadap kaum Muslim, umat Kristen, dan warga suku.

J.S. Bandukwala, seorang Muslim dan aktivis sosial, mengatakan, ia "sangat senang hal ini terjadi." Ia menjelaskan bahwa "kunjungan (Modi) akan sepenuhnya mengesahkan kejahatan yang tak terampuni yang dilakukannya di negeri ini."

Pastor Prakash mengatakan, tidak seorang pun diadili bahkan tiga tahun setelah kekerasan sektarian terjadi. Dalam sebuah pernyataan, imam itu menyesal bahwa pemerintah Gujarat di bawah kepemimpinan Modi "tidak pernah menunjukkan penyesalan atau menciptakan lingkungan yang layak untuk keadilan dan perdamaian di negara bagian ini."

Penjagal Itu Bernama Narendra Modi

Tony
Sabtu, 27 Oktober 2007 09:22 WIB
Ekstrimis Hindu Didukung Pejabat India Bunuh Muslim
New Delhi, WASPADA Online

Para ekstrimis Hindu yang dituduh membunuh ratusan umat Islam menyatakan mereka melakukan tindakan itu karena mendapat dukungan dari seorang pejabat senior India. Menurut mereka pejabat itu diduga secara diam-diam mengarahkan pembunuhan tersebut ketika meletus kerusuhan antar umat beragama di India Barat beberapa waktu lalu, demikian menurut majalah berita yang terbit pekan ini.

Pembunuhan itu terjadi selama beberapa hari pada Februari 2002, ketika perusuh Hindu melakukan pengacauan di kawasan penduduk Muslim di negara bagian Gujarat. Lebih 1.000 orang, sebagian besar umat Islam, tewas.

Kerusuhan meletus akibat suatu kebakaran yang menewaskan 60 penumpang kereta api yang sarat penumpang para peziarah Hindu dan kematian itu menurut para ekstrimis Hindu dilakukan oleh umat Islam, meski sebab kebakaran itu sampai saat ini belum diketahui.

Majalah berita sayap kiri Tehelka melaporkan, sejumlah perusuh utama mengatakan, menteri besar Gujarat, Narendra Modi, telah mendorong membantai umat Islam dan mencegah polisi menghentikan pembunuhan itu.

Coprights @ 2016, Blogger Templates Designed By Templateism | Distributed By Gooyaabi Templates